Pringsewu (ISN) — Masyarakat Pekon Siliwangi, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Lampung, tengah dihebohkan dengan mencuatnya dugaan rangkap jabatan dan penyalahgunaan anggaran desa yang diduga dilakukan oleh mantan Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setempat. Yang bersangkutan diketahui merangkap jabatan sebagai guru (ASN/PNS) selama menjabat Ketua BUMDes selama tujuh tahun berturut-turut.
Dugaan ini menyeruak ke publik setelah ramai pemberitaan dari berbagai media online yang menyoroti indikasi kuat terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan anggaran dan pendapatan BUMDes selama ia memegang jabatan. Informasi yang dihimpun media ini menunjukkan bahwa selama menjabat sebagai Ketua BUMDes, mantan ketua tersebut juga aktif sebagai seorang guru PNS di lingkungan sekolah negeri, yang jelas bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan mengenai larangan rangkap jabatan bagi ASN.
Menurut keterangan salah satu mantan anggota pengurus BUMDes Pekon Siliwangi, selama bekerja sebagai pengurus, ia tidak pernah menerima gaji maupun hasil dari usaha BUMDes. “Selama saya menjadi anggota, tidak pernah ada pembagian keuntungan. Semua dikelola sendiri oleh ketua. Kami hanya namanya saja yang dicantumkan sebagai pengurus,” ungkapnya kepada media ini.
Kondisi ini menimbulkan kecurigaan kuat adanya penyelewengan anggaran yang dilakukan secara sistematis. Beberapa warga dan tokoh masyarakat mengungkapkan bahwa laporan pertanggungjawaban keuangan BUMDes tidak pernah dipublikasikan secara terbuka, dan tidak pernah dilakukan evaluasi tahunan secara transparan.
Berbagai unit usaha BUMDes yang semestinya menghasilkan pendapatan bagi kas desa, seperti usaha simpan pinjam, penyewaan peralatan pertanian, hingga pengelolaan kios milik desa, diduga kuat tidak dikelola sesuai prinsip akuntabilitas. Tidak adanya keterbukaan serta minimnya pelibatan masyarakat dalam pengawasan BUMDes menjadi celah besar yang diduga dimanfaatkan oleh mantan ketua tersebut.
Secara hukum, tindakan rangkap jabatan oleh ASN bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, di mana PNS dilarang merangkap jabatan di luar instansi yang bersangkutan, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dana publik atau kegiatan ekonomi masyarakat.
Ironisnya, praktik ini telah berlangsung selama tujuh tahun dan baru mencuat ke permukaan setelah adanya sorotan media dan keluhan dari warga yang mempertanyakan pengelolaan BUMDes yang stagnan dan tidak berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.
Pihak-pihak terkait seperti Inspektorat Kabupaten Pringsewu dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pekon (DPMP) diminta segera turun tangan untuk mengaudit menyeluruh pengelolaan keuangan BUMDes Pekon Siliwangi selama kurun waktu jabatan mantan ketua tersebut.
Masyarakat pun mendesak aparat penegak hukum, baik kejaksaan maupun kepolisian, untuk segera mengusut dugaan korupsi dan penyalahgunaan jabatan ini secara transparan dan tuntas.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi sudah menyangkut kejahatan pengelolaan dana publik. Kalau dibiarkan, ini akan jadi preseden buruk bagi desa-desa lain,” ujar salah seorang tokoh masyarakat.
Hingga berita ini dipublikasikan, tim media masih berupaya untuk mendapatkan klarifikasi langsung dari mantan Ketua BUMDes, pihak sekolah tempat ia mengajar, serta instansi terkait di lingkungan Pemkab Pringsewu.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa pengawasan terhadap BUMDes dan integritas penyelenggara desa harus ditingkatkan. Keterlibatan ASN dalam pengelolaan dana desa, apalagi secara ilegal, membuka ruang besar bagi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang pada akhirnya merugikan masyarakat desa.
(NEKI)